1.
Komunikasi
Sebagai Proses Budaya.
Komunikasi
adalah salah satu dari kegiatan sehari-hari yang benar-benar terhubung dengan
semua kehidupan kemanusian, sehingga kadang-kadang kita mengabaikan penyebaran,
kepentingan dan kerumitannya. (Littlejohn, 3:2010) Begitu juga dengan budaya,
walaupun kita hidup tidak dapat dilepaskan dengan budaya, namun jika kita
ditanya bagaimana nilai atau sistem budaya yang kita anut? Kita tidak dapat
menjelaskan secara detail karena terlalu luasnya cakupan suatu budaya.
Komunikasi
dan budaya seperti dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Komunikasi
pada dasarnya adalah penyampaian sebuah pesan atau gagasan, sedangkan budaya
menurut koentjaraningrat adalah keseluruhan sistem gagasan, milik diri manusia
dengan belajar. Keduanya akan saling mempengaruhi satu dengan yang lain. Budaya
akan membentuk suatu gagasan yang baru dan akan terus di komunikasikan kepada
orang-orang lain. Dalam proses belajar akan muncul gagasan baru dan akan selalu
berlanjut membentuk siklus yang tidak pernah berhenti.
Hal
lain yang lain yang membuat komunikasi tidak dapat dipisahkan dengan budaya
adalah budaya selalu di teruskan kepada anggota kepada masyarakat lain (E.B
Taylor dalam Amri Sihotang, 8 :2010). Kebudayaan selalu akan
dikomunikasikan kepada orang lain. Kebudayaan juga akan diteruskan kepada
generasi selanjutnya, itu yang akan membuat sebuah kebudayaan akan
diteruskan dari generasi ke generasi.
Koentjaraningrat
dalam ilmu sosial budaya dasar (Amri Sihotang, 9:2010) mengemukakan bahwa
kebudyaan dapat di golongkan menjadi tiga wujud yaitu : (1) wujud sebagai suatu
kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma dan peraturan, 2 wujud
kebudayaan sebagai suatu komplek aktivitas serta tindakan berpola dari manusia
dalam masyarakat, (3) wujud kebudayaan sebagai hasil-karya manusia. Jika kita
melihat wujud dari kebudayaan tersebut dan membandingkan kebudayaan di suatu
tempat dengan tempat yang lain pasti akan melihat perbedaan yang sangat
mencolok.
Setiap
kebudayaan mempunyai hasil kebudayaan yang berbeda dengan yang lain.
Masing-masing mempunyai tatanan kehidupan dan nilai-nilai yang berbeda. Kenapa
bisa demikian? Keberagaman budaya terjadi karena beberapa hal antara lain
manusia memiliki keterbatasan anatomi tubuh, lingkungan geografis, kontak
budaya dan lingkungan social yang berbeda. (Amri Sihotang, 10: 2010)
Perbedaan ini akan membentuk budaya yang khas pada suatu tempat.
Salah
satu yang dapat dengan mudah diamati adalah perbedaan secara geografis.
Masyarakat yang mempunyai lingkungan
geografis berbedaakan mempunyai bentuk kebudayaan berbeda
pula. Kenapa bisa demikian? Pada dasarnya manusia akan menyesuaikan
diri terhadap lingkungannya. Manusia akan menyesuaikan diri dengan
lingkungannya agar dapat bertahan dan hidup dengan layak. Untuk itu
manusia akan selalu berfikir. Bagaimana cara untuk dapat bertahan dan
hidup dengan layak?.
Manusia
akan menciptakan alat-alat untuk membantu dalam mempertahankan hidupnya, selain
itu juga akan mengembangkan berbagai tata aturan dan nilai-nilai yang akan
menjaga agar kehidupan tersebut dapat berjalan dengan baik. walupum bereda-beda
namun pada dasarnya setiap kebudayaan mempunyai wujud kebudayaan yang sama di
sebut dengan culture universal. Apakah kebudayaan hanya sekedar
konsep? Tidak. Paling tidak kebudayaan mempunyai wujud sebagai berikut :
1)
wujud sebagai suatu kompleks gagasan, konsep dan pikiran manusia;
2)
wujud sebagai suatu kompleks aktivitas; dan
3)
wujud sebagai benda.
Melihat
wujud kebudayaan tentu secara operasional bisa dilihat dari isi kebudayaan yang
sering disebut sebagai cultural universal meliputi :
a. Peralatan
dan perlengkapan hidup manusia (pakaian, perumahan, alat rumah tangga, senjata
alat produksi, transpor);
b. Mata
pencaharian hidup dan sistem-sistem ekonomi (pertanian, peternakan, sistem
produksi, sistem distribusi);
c. Sistem
kemasyarakatan (sistem kekerabatan, organisasi politik, sistem hukum dan sistem
perkawinan);
d. Bahasa
(lisan maupun tertulis);
e. Kesenian
(seni rupa, seni suara, seni gerak);
f. Sistem
pengetahuan;
g. Religi
(sistem kepercayaan).
Kita
akan melihat bagaimana lingkungan geografis akan mempengaruhi kebudayaan di suatu
tempat. Penulis akan membandingkan kebudayaan masyarakat di pesisir pantai di
Sulawesi Selatan dan masyarakat di dataran tinggi Bandungan Kabupaten Semarang.
Dari
mata pencaharian, masyarakat pesisir kebanyak berprofesi
sebagai seorang nelayan, sedangkan masyarakat di dataran
tinggi sebagai petani.Ternyata jika perhatikan lebih jauh ternyata orang
pesisir untuk mencari ikan menggunakan perahu, bentuk perahu tersebut ternyata
satu desa nelayan itu sama yaitu bercadik. Perahu bercadik
merupakan wujud dari teknologi yang di kembangkan agar perahu stabil saat
terhempas ombak. Penyesuaian ini ada karena ombak di daerah Sulawesi Selatan
besar.
Hal
sama juga terjadi di masyarakt Bandungan. Di Bandungan masyarakat yang
berprosfesi sebagai petani rata-rata mempunyai jenis tanaman dan cara bertani
yang sama. Bagaimana satu desa tersebut mempunyai profesi yang
sama sebagai nelayan dan petani, sama-sama mempunyai bentuk perahu yang
sama dan mempunyai persamaan yang lain?.
Proses
berfikir ternyata yang mendasari munculnya kebudayaan di suatu tempat. Output
dari proses ini merupakan gagasan-gagasan baru yang akan di sampaikan kepada
orang atau suatu kelompok. Proses berfikir dan menyampaikan gagasan itu
merupakan bentuk komunikasi intra persona dan komunikasi inter personal.
Gagasan tersebut akan membentuk suatu budaya. Keseluruhan gagasan dan karya
manusia yang harus dibiasakannya dengan belajar beserta keseluruhan dari hasil
budi dan karyanya (Koentjaraningrat,1997).
Menurut
Fern Johnson ternyata secara diam-diam setiap individu mengelola kebudayaan
dalam proses berkomunikasi. Ia kemudian mengsulkan enam asumsi atau aksioma
dari perspektif bahasa terpusat: (1) Semua komunikasi terjadi dalam kerangka
kerja budaya; (2) semua individu diam-diam mengolah pengetahuan kebudayaan yang
mereka gunakan untuk berkomunikasi; (3) dalam masyarakat multi kultural, ada
ideologi linguistik yang dominan yang menggantikan atau mengesampikan atau
mengesampingkan kelompok budaya lain; (4) anggota kelompok yang terpinggirkan
mengolah pengetahuan tentang kedua budaya mereka dan budaya dominan; (5)
pengetahuan kebudayaan baik yang terpelihara dan lewat begitu saja dan secara
konstan berubah; dan (6) ketika semua budaya pendamping, saling memengaruhi dan
menggunakan satu sama lain. (Littlejohn, 263:2010).
Jika
ditinjau secara lebih kongkrit, hubungan antara komunikasi dengan isi
kebudayaan akan semakin jelas :
a)
Dalam mempraktekkan komunikasi manusia
membutuhkan peralatan-peralatan tertentu. Secara minimal komunikasi membutuhkan
sarana berbicara seperti mulut, bibir dan hal-hal yang berkaitan dengan bunyi
ujaran. Ada kalanya dibutuhkan tangan dan anggota tubuh lain (komunikasi non
verbal) untuk mendukung komunikasi lisan. Ditinjau secara lebih luas dengan
penyebaran komunikasi yang lebih luas pula, maka digunakanlah peralatan
komunikasi massa seperti televisi, surat kabar, radio dan lain-lain.
b)
Komunikasi menghasilkan mata pencaharian
hidup manusia. Komunikasi yang dilakukan lewat televisi misalnya membutuhkan
orang yang digaji untuk “mengurusi” televisi.
c)
Sistem kemasyarakatan menjadi bagian tak
terpisahkan dari komunikasi, misalnya sistem hukum komunikasi. Sebab,
komunikasi akan efektif manakala diatur dalam sebuah regulasi agar tidak
melanggar norma-norma masyarakat. Dalam bidang pers, dibutuhkan jaminan
kepastian hukum agar terwujud kebebasan pers. Namun, kebebasan pers juga tak
serta merta dikembangkan di luar norma masyarkat. Di sinilah perlunya sistem
hukum komunikasi.
d)
Komunikasi akan menemukan bentuknya secara
lebih baik manakala menggunakan bahasa sebagai alat penyampai pesan kepada
orang lain. Wujud banyaknya bahasa yang digunakan sebagai alat komunikasi
menunjukkan bahwa bahasa sebagai isi atau wujud dari komunikasi. Bagaimana
penggunaan bahasa yang efektif, memakai bahasa apa, siapa yang menjadi sasaran
adalah manifestasi dari komunikasi sebagai proses budaya. Termasuk di sini juga
ada manifestasi komunikasi sebagai proses kesenian misalnya, di televisi ada
seni gerak (drama, sinetron, film) atau seni suara (menyanyi, dialog).
e)
Sistem pengetahuan atau ilmu pengetahuan
merupakan substansi yang tak lepas dari komunikasi. Bagaimana mungkin suatu
komunikasi akan berlangsung menarik dan dialogis tanpa ada dukungan ilmu
pengetahuan? Ilmu pengetahuan ini juga termasuk ilmu tentang berbicara dan
menyampaikan pendapat. Bukti bahwa masing-masing pribadi berbeda dalam
penyampaian, gaya, pengetahuan yang dimiliki menunjukkan realitas tersebut.
Komunikasi
sebagai proses budaya tak bisa dipungkiri menjadi obyektivasi antara budaya
dengan komunikasi. Proses ini meliputi peran dan pengaruh komunikasi dalam
proses budaya. Komunikasi adalah proses budaya karena di dalamnya ada proses
seperti layaknya sebuah proses kebudayaan, punya wujud dan isi serta kompleks
keseluruhan. Sesuatu dikatakan komunikasi jika ada unsur-unsur yang terlibat di
dalamnya. Kebudayaan juga hanya bisa disebut kebudayaan jika ada unsur-unsur
yang terlibat di dalamnya yang membentuk sebuah sistem.
Proses
berfikir sebagai proses komunikasi intrapersonal sangat jarang dikaji jika sedang
membahas komunikasi dan budaya. Padahal seperti dibahas di awal bahwa budaya
merupakan wujud dari gagasan-gagasan yang ada dalam suatu masyarakat. Kita
sering lupa bagaimana gagasan tersebut terbentuk dan hanya fokus dalam
meyebaran pesan dalam kajian komunikasi.
Budaya
dan komunikasi memiliki hubungan timbal balik. Budaya mempengaruhi komunikasi
dan sebaliknya komunikasi mempengaruhi budaya. Karena itulah menjelaskan
keterkaitan kedua unsur ini menjadi sedikit rumit.
Martin
dan Nakayama (2003:86) menjelaskan bahwa melalui budaya dapat mempengaruhi
proses dimana seseorang mempersepsi suatu realitas. Semua komunitas dalam semua
tempat selalu memanifestasikan atau mewujudnyatakan apa yang menjadi pandangan
mereka terhadap realitas melalui budaya. Sebaliknya pula, komunikasi membantu
kita dalam mengkreasikan realitas budaya dari suatu komunitas.
Bagaimana Komunikasi mempengaruhi Budaya?
Martin
dan Nakayama (2004:97-99) mengulas bagaimana komunikasi mempengaruhi budaya.
Dijelaskan, bahwa budaya tidak akan bisa terbentuk tanpa komunikasi. Pola-pola
komunikasi yang tentunya sesuai dengan latar belakang dan nilai-nilai budaya
akan menggambarkan identitas budaya seseorang.
Contoh
yang paling sederhana, Wilibrodus, seorang mahasiswa yang berasal dari
Manggarai berbicang-bincang dengan Andre dari suku Rote. Dialek yang terdengar
baik dari Wilibrodus maupun Andre tersebut setidaknya mencerminkan identitas
budaya masing-masing. Dari dialek Manggarai yang disampaikan Wilibrodus
setidaknya memberi gambaran bahwa ia adalah seorang anggota dari komunitas
budaya Manggarai. Begitu pun dengan Andre.
Jadi
jelaslah bahwa perilaku-perilaku komunikasi yang sudah terbangun dan terpola
sedemikian rupa sehingga melahirkan suatu kharakteristik yang khas akan
membentuk suatu kebiasaan/budaya komunikasi bagi suatu komunitas budaya
tertentu. Singkatnya, aktivitas komunikasi dari seorang anggota budaya dapat
merepresentasikan kepercayaan, nilai, sikap dan bahkan pandangan dunia dari
budayanya itu. Selain itu, melalui komunikasi dapat pula memperkuat nilai-nilai
dasar dan esensial suatu budaya.
Komunikasi dengan
segala kerumitannya memang jarang kita sadari. Padahal hampir setiap
interaksi yang kita lakukan semuanya merupakan wujud dari komunikasi.
Semoga setelah kita mengkaji komunikasi sebagai proses
budaya, perspektif kita akan berubah dan menempatkat komunikasi sebagai suatu
proses yang penting dalam kehidupan kita.
2.
Komunikasi
Sebagai Proses Politik.
Secara sederhana, komunikasi
politik (political communication) adalah komunikasi yang melibatkan pesan-pesan
politik dan aktor-aktor politik, atau berkaitan dengan kekuasaan, pemerintahan,
dan kebijakan pemerintah. Dengan pengertian ini, sebagai sebuah ilmu terapan,
komunikasi politik bukanlah hal yang baru. Komunikasi politik juga bisa dipahami
sebagai komunikasi antara ”yang memerintah” dan ”yang diperintah”.
Mengkomunikasikan politik tanpa
aksi politik yang kongkret sebenarnya telah dilakukan oleh siapa saja:
mahasiswa, dosen, tukang ojek, penjaga warung, dan seterusnya. Tak heran jika
ada yang menjuluki Komunikasi Politik sebagai neologisme, yakni ilmu yang
sebenarnya tak lebih dari istilah belaka.
Dalam praktiknya, komuniaksi
politik sangat kental dalam kehidupan sehari-hari. Sebab, dalam aktivitas
sehari-hari, tidak satu pun manusia tidak berkomunikasi, dan kadang-kadang
sudah terjebak dalam analisis dan kajian komunikasi politik. Berbagai penilaian
dan analisis orang awam berkomentar sosal kenaikan BBM, ini merupakan contoh
kekentalan komunikasi politik. Sebab, sikap pemerintah untuk menaikkan BBM
sudah melalui proses komunikasi politik dengan mendapat persetujuan DPR.
Gabriel Almond
(1960): komunikasi politik adalah salah satu fungsi yang selalu ada dalam
setiap sistem politik. “All of the functions performed in the political system,
political socialization and recruitment, interest articulation, interest
aggregation, rule making, rule application, and rule adjudication,are performed
by means of communication.”
Komunikasi politik
merupakan proses penyampaian pesan-pesan yang terjadi pada saat keenam fungsi
lainnya itu dijalankan. Hal ini berarti bahwa fungsi komunikasi politik
terdapat secara inherent di dalam setiap fungsi sistem politik.
· Process by which a nation’s leadership, media, and citizenry exchange and confer meaning upon messages that relate to the conduct of public policy. (Perloff).
· Communication (activity) considered political by virtue of its consequences (actual or potential) which regulate human conduct under the condition of conflict (Dan Nimmo). Kegiatan komunikasi yang dianggap komunikasi politik berdasarkan konsekuensinya (aktual maupun potensial) yang mengatur perbuatan manusia dalam kondisi konflik. Cakupan: komunikator (politisi, profesional, aktivis), pesan, persuasi, media, khalayak, dan akibat.
· Communicatory activity considered political by virtue of its consequences, actual, and potential, that it has for the funcioning of political systems (Fagen, 1966).
· Political communication refers to any exchange of symbols or messages that to a significant extent have been shaped by or have consequences for the political system (Meadow, 1980).
· Komunikasi politik merupakan salah satu fungsi partai politik, yakni menyalurkan aneka ragam pendapat dan aspirasi masyarakat dan mengaturnya sedemikian rupa –“penggabungan kepentingan” (interest aggregation” dan “perumusan kepentingan” (interest articulation) untuk diperjuangkan menjadi public policy. (Miriam Budiardjo).
· Jack Plano dkk. Kamus Analisa Politik: penyebaran aksi, makna, atau pesan yang bersangkutan dengan fungsi suatu sistem politik, melibatkan unsur-unsur komunikasi seperti komunikator, pesan, dan lainnya. Kebanyakan komunikasi politik merupakan lapangan wewenang lembaga-lembaga khusus, seperti media massa, badan informasi pemerintah, atau parpol. Namun demikian, komunikasi politik dapat ditemukan dalam setiap lingkungan sosial, mulai dari lingkup dua orang hingga ruang kantor parlemen.
· Process by which a nation’s leadership, media, and citizenry exchange and confer meaning upon messages that relate to the conduct of public policy. (Perloff).
· Communication (activity) considered political by virtue of its consequences (actual or potential) which regulate human conduct under the condition of conflict (Dan Nimmo). Kegiatan komunikasi yang dianggap komunikasi politik berdasarkan konsekuensinya (aktual maupun potensial) yang mengatur perbuatan manusia dalam kondisi konflik. Cakupan: komunikator (politisi, profesional, aktivis), pesan, persuasi, media, khalayak, dan akibat.
· Communicatory activity considered political by virtue of its consequences, actual, and potential, that it has for the funcioning of political systems (Fagen, 1966).
· Political communication refers to any exchange of symbols or messages that to a significant extent have been shaped by or have consequences for the political system (Meadow, 1980).
· Komunikasi politik merupakan salah satu fungsi partai politik, yakni menyalurkan aneka ragam pendapat dan aspirasi masyarakat dan mengaturnya sedemikian rupa –“penggabungan kepentingan” (interest aggregation” dan “perumusan kepentingan” (interest articulation) untuk diperjuangkan menjadi public policy. (Miriam Budiardjo).
· Jack Plano dkk. Kamus Analisa Politik: penyebaran aksi, makna, atau pesan yang bersangkutan dengan fungsi suatu sistem politik, melibatkan unsur-unsur komunikasi seperti komunikator, pesan, dan lainnya. Kebanyakan komunikasi politik merupakan lapangan wewenang lembaga-lembaga khusus, seperti media massa, badan informasi pemerintah, atau parpol. Namun demikian, komunikasi politik dapat ditemukan dalam setiap lingkungan sosial, mulai dari lingkup dua orang hingga ruang kantor parlemen.
· Wikipedia: Political communication is a field of communications that is concerned with politics. Communication often influences political decisions and vice versa.
The field of political communication concern 2 main areas:
1. Election campaigns - Political communications deals with campaigning for elections.
2. Political communications is one of the Government operations. This role is usually fullfiled by the Ministry of Communications and or Information Technology.
· Mochtar Pabotinggi (1993): dalam praktek proses komunikasi politik sering mengalami empat distorsi.
1. Distorsi bahasa sebagai “topeng”; ada euphemism (penghalusan kata); bahasa yang menampilkan sesuatu lain dari yang dimaksudkan atau berbeda dengan situasi sebenarnya, bisa disebut seperti diungkakan Ben Anderson (1966), “bahasa topeng”.
2. Distorsi bahasa sebagai “proyek lupa”; lupa sebagai sesuatu yang dimanipulasikan; lupa dapat diciptakan dan direncanakan bukan hanya atas satu orang, melainkan atas puluhan bahkan ratusan juta orang.”
3. Distorsi bahasa sebagai “representasi”; terjadi bila kita melukiskan sesuatu tidak sebagaimana mestinya. Contoh: gambaran buruk kaum Muslimin dan orang Arab oleh media Barat.
4. Distorsi bahasa sebagai “ideologi”. Ada dua perspektif yang cenderung menyebarkan distoris ideologi. Pertama, perspektif yang mengidentikkan kegiatan politik sebagai hak istimewa sekelompok orang --monopoli politik kelompok tertentu. Kedua, perspektif yang semata-mata menekankan tujuan tertinggi suatu sistem politik. Mereka yang menganut perspektif ini hanya menitikberatkan pada tujuan tertinggi sebuah sistem politik tanpa mempersoalkan apa yang sesungguhnya dikehendaki rakyat.
Dengan komunikasi, maka realitas, sejarah, tradisi
politik bisa dihubungan dan dirangkaikan dari masa lalu untuk dijadikan acuan
ke masa depan. Dengan komunikasi sebagai proses politik, berbagai tatanan
politik berubah sesuai dengan tuntutan masyarakat akan berubah. Misalnya,
tradisionalisme. Berbagai adopsi tradisi luar juga tidak akan mudah diterima
begitu saja dan suatu saat akan mengalami kegagalan seandainya bertentangan
dengan tradisi yang sudah ada. Ada beberapa catatan yang bisa ditarik ketika
kita memperbincangkan komunikasi sebagai proses politik, yakni sebagai berikut:
- Komunikasi memiliki peran signifikan dalam
menentukan proses perubahan politik di Indonesia. Ini bisa dilihat dari
perubahan format lembaga kepresidenan yang dahulunya sakral kemudian
menjadi tidak sakral. Ini semua diakibatkan terbinanya komunikasi politik
yang baik antara masyarakat dan pemerintah.
- Kita pernah mewarisi komunikasi politik yang
tertutup sehingga mengakibatkan ideologi politik yang tidak terbuka.
Kemudian timbul penafsiran ada pada pihak penguasa yang mendominasi dan
mengontrol semua bagian, sehingga memunculkan hegemoni dan pola atau arus
komunikasi top down yang indoktrinatif.
- Komunikasi masih dipengaruhi oleh tradisi politik
masa lalu. Tradisi politik yang mementingkan keseimbangan, harmoni, dan
keserasian masih diwujudkan meskipun dalam kenyataannya tradisi itu justru
dijadikan alat legitimasi politik penguasa atas nama stabilitas.
Keterpengaruhan ini juga termanifestasikan pada budaya sungkan yang
masih kental dalam tradisi komunikasi kita.
- Sebagai proses politik, komunikasi menjadi alat
yang mampu untuk mengalirkan pesan politik (berupa tuntutan dan dukungan)
ke pusat kekuasaan untuk diproses. Proses itu kemudian dikeluarkan kembali
dan selanjutnya menjadi umpan balik. Ini artinya, komunikasi sebagai
proses politik adalah aktivitas tanpa henti.
Komunikasi di dalam Sistem Politik
Sebagaimana
diketahui konsep komunikasi politik di dalam ilmu politik telah mengalami
perkembangan dalam pengertiannya. Gabriel Almond pernah mengkategorikannya
sebagai salah satu dari empat fungsi input sistem politik. Kemudian
Alfian, di dalam bukunya yang berjudul Komunikasi Politik dan Sistem
Politik Indonesia, menjadikan komunikasi politik sebagai penyebab bekerjanya
semua fungsi dalam sistem politik. Komunikasi politik diibaratkan sebagai
sirkulasi darah di dalam tubuh. Bukan darahnya, tapi apa yang terkandung di
dalam darah itu yang menjadikan sistem politik itu hidup. Lebih lanjut Alfian
menjelaskan komunikasi politik, sebagai layaknya darah, mengalirkan pesan-pesan
politik berupa tuntutan, protes, dan dukungan yang berupa aspirasi dan
kepentingan, untuk dibawa ke jantung sebagai pusat pemrosesan sistem politik.
Lalu hasil pemrosesan itu disimpulkan dalam bentuk
fungsi-fungsi output untuk dialirkan kembali oleh komunikasi politik
yang selanjutnya menjadi feedback di dalam sistem politik.
Dengan
kata lain, komunikasi politik menyambungkan semua bagian dari sistem politik
dan juga masa kini dengan masa lampau, sehingga dengan demikian aspirasi dan
kepentingan dikonversikan menjadi berbagai kebijakan. Apabila komunikasi itu
berjalan lancar, wajar, dan sehat, maka sistem politik itu akan mencapai
tingkat kualitas responsif yang tinggi terhadap perkembangan aspirasi dan
kepentingan masyarakat serta tuntutan perubahan zaman. Hal itu biasanya terjadi
pada suatu sistem politik yang mampu mengembangkan kapasitas dan kapabilitasnya
secara terus-menerus.
Bagaimana
komunikasi politik menyambungkan seluruh bagian dari sistem politik? Pertanyaan
ini bisa dijawab dengan contoh berikut ini. Orang tua, sekolah, pemuka agama,
dan tokoh masyarakat melalui komunikasi politik menanamkan nilai-nilai ke dalam
masyarakat. Para pemimpin organisasi politik dan kelompok kepentingan mengkomunikasikan
aspirasi dan kepentingan masyarakat sebagai kehendak mereka serta rekomendasi
kebijakan untuk memenuhinya. Setelah menerima informasi dari berbagai pihak,
mereka yang bertugas melaksanakan fungsi legislatif membuat undang-undang yang
dianggap perlu dan relevan, yang kemudian dikomunikasikan kepada pihak yang
berwenang untuk melaksanakannya. Proses pelaksanaannya dikomunikasikan kepada
masyarakat dan dinilai oleh masyarakat sehingga penilaian itu dikomunikasikan
lagi. Dalam seluruh proses komunikasi politik, media massa baik cetak maupun
elektronik, memainkan peran penting, selain saluran-saluran lainnya seperti
tatap muka, surat-menyurat, media tradisional, organisasi, keluarga, dan
kelompok pergaulan.
Sebagaimana
bisa ditinjau, pada setiap bagian dari sistem politik terjadi komunikasi
politik, mulai dari proses penanaman nilai (sosialisasi politik atau pendidikan
politik) sampai kepada pengartikulasian dan penggabungan aspirasi dan
kepentingan, terus kepada proses pengambilan kebijakan, pelaksanaan, dan
penghakiman terhadap kebijakan tersebut. Tiap-tiap bagian atau tahap-tahap itu
disambungkan pula oleh komunikasi politik.
Demikianlah,
secara simultan, timbal-balik, vertikal maupun horizontal dalam suatu sistem
politik yang handal, sehat, dan demokratis, komunikasi politik terjadi pada
setiap bagian dari keseluruhan sistem politik. Sistem politik seperti itu sudah
berhasil menjadikan dirinya sistem politik yang mapan dan handal, yakni sistem
politik yang memiliki kualitas kemandirian yang tinggi untuk mengembangkan
dirinya secara kontinyu. Itulah sistem politik yang sudah tinggal landas
secara self-sustainable.
Lebih
jauh bisa digambarkan peranan penting komunikasi politik dalam memelihara dan
meningkatkan kualitas kehandalan suatu sistem politik yang sudah mapan. Ia
berperan penting sekali dalam memelihara dan mengembangkan budaya politik yang
ada dan berlaku yang telah menjadi landasan yang mantap dari sistem politik
yang mapan dan handal itu. Komunikasi politik mentransmisikan nilai-nilai budaya
politik yang bersumber dari pandangan hidup atau ideologi bersama masyarakatnya
kepada generasi baru (anak-anak, remaja, dan pemuda, termasuk mahasiswa) dan
memperkuat proses pembudayaannya dalam diri generasi yang lebih tua. Maka dari
itu, budaya politik mampu terpelihara dengan baik, bahkan mungkin berakar dan
terus berkembang dari satu generasi ke generasi berikutnya. Bersamaan dengan
itu, komunikasi politik bisa menyatu dan menjadi bagian integral dari budaya
politik tersebut. Komunikasi politik berakar, hidup, dan berkembang
bersama-sama dengan budaya politiknya.
Oliver
Garceau (dalam Dan Nimmo, 1994) menulis tentang proses politik sebagai pola
interaksi yang berganda, setara, bekerja sama, dan bersaingan yang
menghubungkan warga negara partisipan yang aktif dalam posisi utama pembuat
keputusan. Serupa dengan Garceau, Nurudin (2004) menyatakan sebagai proses
politik, komunikasi menjadi alat yang mampu mengalirkan pesan politik (tuntutan
dan dukungan) ke kekuasaan untuk diproses. Proses itu kemudian dikeluarkan
kembali dan selanjutnya menjadi umpan balik (feedback).
Dalam
suatu sistem politik yang demokratis, terdapat subsistem suprastruktur politik
(lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif) dan subsistem infrastruktur politik
(partai politik, organisasi kemasyarakatan, kelompok kepentingan, dll) –nya.
Proses politik berkenaan dengan proses input dan output sistem politik. Dalam
model komunikasi politik, dijelaskan bahwa komunikasi politik model input
merupakan proses opini berupa gagasan, tuntutan, kritikan, dukungan mengenai
suatu isu-isu aktual yang datang dari infrastruktur ditujukan kepada
suprastruktur politiknya untuk diproses menjadi suatu keputusan politik (berupa
undang-undang, peraturan pemerintah, surat keputusan, dan sebagainya). Sedangkan
komunikasi politik model output adalah proses penyampaian atau sosialisasi
keputusan-keputusan politik dari suprastruktur politik kepada
infrastruktur politik dalam suatu sistem politik.
Dewasa
ini, contoh proses politik yang paling aktual dalam sistem politik kita adalah
isu tentang harga bahan bakar minyak (BBM). Tuntutan-tuntutan pembatalan
kenaikan harga BBM dari berbagai kalangan masyarakat (mahasiswa, partai
politik, organisasi kemasyarakatan) ditujukan kepada wakil-wakil rakyat mereka
yang duduk di DPR dan DPRD, juga kepada pemerintah eksekutif (presiden dan para
pembantunya). Kemudian DPR mengadakan sidang paipurna untuk membahas isu ini.
Sebagai
proses politik, komunikasi berperan menghubungkan bagian-bagian dari sistem
politik. Gabriel Almond (dalam Alfian, 1994) mengibaratkan komunikasi sebagai
aliran darah yang mengalirkan pesan-pesan politik yang berupa tuntutan, protes,
dukungan ke jantung pemrosesan sistem politik.
Pada tahun 1948, ilmuan politik,
Harold D. Laswell mengemukakan bahwa cara mudah untuk menggambarkan proses
komunikasi adalah dengan menjawab pertanyaan- pertanyaan berikut ini:
·
Who
·
Says
What (apa yang dibicarakan)
·
In
which channel (menggunakan saluran apa)
·
To
Whom (kepada siapa)
·
With
what effect (bagaimana pengaruhnya).
Pertanyaan-pertanyaan tersebut
digunakan untuk mengidentifikasi unsur-unsur yang biasa terdapat dalam semua
komunikasi yaitu adanya:
·
Pengirim
atau komunikator (sender) adalah pihak yang mengirimkan pesan kepada pihak
lain.
·
Pesan
(message) adalah isi atau maksud yang akan disampaikan oleh satu pihak kepada
pihak lain.
·
Saluran
(channel) adalah media dimana pesan disampaikan kepada komunikan. dalam
komunikasi antar-pribadi (tatap muka) saluran dapat berupa udara yang
mengalirkan getaran nada/suara.
·
Penerima
atau komunikate (receiver) adalah pihak yang menerima pesan dari pihak lain
·
Umpan
balik (feedback) adalah tanggapan dari penerimaan pesan atas isi pesan yang
disampaikannya.
Menurut Dan Nimmo, Laswellian
Formula merupakan formula paling sederhana yang bisa dipakai untuk memahami
proses komunikasi politik. Namun Nimmo menilai masih ada dua kekurangan dari
rumusan yang dikemukakan Laswell, yakni :
·
Kekurangan
pertama terletak pada ” pernyataan dari seseorang kepada seseorang” yang
menyiratkan proses komunikasi berlangsung linear. Dalam kenyataannya,
komunikasi merupakan tindakan bersama yang yang berlangsung simultan dan
silkular antara seseorang dengan orang lain.
·
Kekurangan
kedua adalah penjelasan laswell yang menyiratkan bahwa komunikasi adalah
struktur berunsur lima. Dalam kenyatannya tidak ada demarkasi atau perbatasan
diantara bagian- bagian proses komunikasi.
Untuk mengatasi kekurangan ini,
Nimmo mereformulasi rumusan Laswell menjadi berikut :
Laswell:
·
Siapa?
·
Mengatakan
apa?
·
Kepada
siapa?
·
Dengan
saluran apa?
·
Dengan
akibat apa?
Nimmo:
Siapa?
·
Mengatakan
apa?
·
Kepada
(dengan) siapa?
·
Dengan
saluran (-saluran) apa?
·
Dengan
akibat (- akibat) apa?
Adapun model komunikasi yang
disebutkan di atas diantaranya:
1) Model
Komunikasi Linier
Komunikasi dianggap sebagai suatu
fungsi linear, karena seseorang mengomunikasikan pesan-pesannya melalui saluran
kepada seorang penerima, yang kemudian memberikan umpan balik kepada pengirim.
Model linear ini dikembangkan oleh claude Shannon dan waren weaver (1949) atas
dasar suatu model mekanis telepon.
2) Teori
Peluru
Model komunikasi massa dikenal
sebagai “peluru” atau “jarum suntik”, media massa dianggap sangat perkasa
dengan efek yang langsung, dan segera pada khalayak. Komunikator menggunakan
media massa untuk menembaki khalayak dengan pesan-pesan persuasif yang tidak
dapat mereka tahan. Akan tetapi setelah perang dunia kedua, model peluru kian
ditinggalkan, karena khalayak tidaklah pasif seperti peluru, akan tetapi mereka
aktif dalam memilih dari isi media massa.
3) Model
Komunikasi Sirkuler
Komunikasi merupakan sebuah
proses, orientasi pengertian komunikasi sebagai suatu proses adalah bahwa
komunikasi itu proses yang kompleks, berlanjut/continue dan tidak bisa berubah
dengan sendirinya. Itulah yang menyebabkan bahwa komunikasi selalu berkembang
dari waktu ke waktu.
Berbicara tentang proses
komunikasi tidak lepas dari pola atau bentuk komunikasi yang digunakan,dan
factor yang mempengaruhinya serta saluran komunikasi politik apa saja yang
digunakan.
Pola-pola
Komunikasi Politik
1)
Pola
komunikasi vertikal (top down, dari pemimpin kepada yang dipimpin)
2)
Pola
komunikasi horizontal (antara individu dengan individu, kelompok dengan
kelompok)
3)
Pola
komunikasi formal (komunikasi melalui jalur-jalur organisasi formal)
4)
Pola
komunikasi informal ( komunikasi melalui pertemuan atau tatap muka, tidak
mengikuti prosedur atau jalur-jalur organisasi).
Faktor-faktor yang
mempengaruhi pola-pola komunikasi politik
1)
Faktor
fisik (alam)
2)
Faktor
teknologi
3)
Faktor
ekonomis
4)
Faktor
sosiokultural (pendidikan, budaya)
5)
Faktor
politis
Saluran Komunikasi
Politik
1) Komunikasi Massa yaitu komunikasi
’satu-kepada-banyak’. Contoh : komunikasi melalui media massa.
2) Komunikasi Tatap Muka yaitu dalam
rapat umum, konferensi pers, dan Komunikasi Berperantara yaitu ada perantara
antara komunikator dan khalayak, contoh TV.
3) Komunikasi Interpersonal yaitu
komunikasi ’satu-kepada-satu’ contohnya door to door visit, temui publik atau
Komunikasi Berperantara yaitu pasang sambungan langsung ‘hotline’ buat publik.
4) Komunikasi Organisasi yaitu
gabungan komunikasi ’satu-kepada-satu’ dan ’satu-kepada-banyak’: Komunikasi
Tatap Muka, contohnya diskusi tatap muka dengan bawahan/staf dan Komunikasi
Berperantara contohnya pengedaran memorandum, sidang, konvensi, buletin,
newsletter, lokakarya.
Komponen-komponen
Sistem Komunikasi Politik
1) Lembaga-lembaga politik dalam
aspek-aspek komunikasinya.
2) Institusi-institusi media dalam
aspek-aspek politiknya.
3) Orientasi khalayak terhadap
komunikasi politik.
4) Aspek-aspek budaya politik yang
relevan dengan komunikasi. (Gurevitch dan Blumler).
Perangkat
Komunikasi politik sendiri terdiri dari:
1) Komunikator politik yaitu
personal, kelompok, lembaga, atau negara
2) Komunikan politik yaitu
masyarakat lingkup kecil atau masyarakat umum.
3) Pesan politik yaitu kampanye,
propaganda.
4) Media Politik yaitu mimbar, Pers,
Elektrotik dll.
5) Efek yaitu persuasif dan koersif.
Sumber
(komunikator) dalam komunikasi politik
Individual
|
Kolektif
|
Pejabat
(birokrat)
|
Pemerintah
(birokrasi)
|
Politisi
|
Partai
politik
|
Pemimpin
opini
|
Organisasi
kemasyarakatan
|
Jurnalis
|
Media
massa
|
Aktivis
|
Kelompok
penekan
|
Lobbyist
|
Kelompok
elite
|
Pemimpin
|
Badan/perusahaan
komunikasi (media massa)
|
Komunikator
profesional
|
Komunikator Politik
1)
Politisi,
komunikator profesional, atau aktivis merupakan komunikator kunci dalam komunikasi
politik.
2) Para politisi mewakili aktor yang
berusaha memajukan kelompoknya.
Kesimpulan
Komunikasi adalah salah satu
wujud kebudayaan. Sebab, komunikasi hanya bisa terwujud setelah sebelumnya ada
suatu gagasan yang akan dikeluarkan oleh pikiran individu. Jika komunikasi itu
dilakukan dalam suatu komunitas, maka menjadi sebuah kelompok aktivitas
(kompleks aktivitas dalam lingkup komunitas tertentu). Dan pada akhirnya,
komunikasi yang dilakukan tersebut tak jarang membuahkan suatu bentuk fisik misalnya
hasil karya seperti sebuah bangunan.
Berdasarkan
pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa asumsinya dasarnya komunikasi
merupakan suatu proses budaya. Artinya, komunikasi yang ditujukan pada orang
atau kelompok lain, tak lain adalah sebuah pertukaran kebudayaan. Misalnya,
anda berkomunikasi dengan suku Aborigin Australia secara tidak langsung anda
sedang berkomunikasi berdasarkam kebudayaan tertentu milik anda untuk menjalin
kerja sama atau mempengaruhi kebudayaan lain. Dalam proses tersebut terkandung
unsur-unsur kebudayaan, salah satunya adalah bahasa. Sedangkan bahasa adalah
alat komunikasi. Dengan demikian komunikasi juga disebut sebagai proses budaya.
Jadi, setiap orang yang
berkomunikasi antar budaya setidaknya bersikap terbuka terhadap perbedaan
nilai, kepercayaan, dan sikap. Menempatkan diri pada posisi lawan bicara yang
berasal dari budaya yang berbeda, bersikap spontan dan deskriptif,
mengkomunikasikan sikap positif, menganggap berkomunikasi adalah kesetaraan,
tetap percaya diri dan tenang dalam setiap situasi serta tidak sombong.
Sedangkan komunikasi politik
berasal dari dua kata yaitu komunikasi dan politik. Komunikasi adalah Proses
penyampaian informasi dari seseorang kepada orang lain, dengan cara menggunakan
media sebagai kemasan informasi atau melalui transmisi secara simbolik,
sehingga informasi mudah difahami dan pada akhirnya mereka saling memiliki
kesamaan persepsi. Sedangkan politik adalah sebuah upaya untuk memperoleh,
mempertahankan dan memperluas wilayah kekuasaan. Sehingga komunikasi politik
bias di artikan sebagai , komunikasi yang melibatkan pesan-pesan politik dan
aktor-aktor politik, atau berkaitan dengan kekuasaan, pemerintahan, dan
kebijakan pemerintah.
Lalu proses komunikasi politik
yaitu proses penyampaian pesan – pesan politik yang berkaitan dengan kekuasaan,
pemerintahan, dan kebijakan pemerintah oleh aktor-aktor politik kepada
komunikan ( personal, publik, khalayak ) melalui media atau saluran-saluran
komunikasi politik sehingga di hasilkan tanggapan atau feedback dari komunikan.
Komponen-komponen komunikasi politik yaitu:
1) Komunikator politik yaitu
personal, kelompok, lembaga, atau negara.
2) Komunikan politik yaitu
masyarakat lingkup kecil atau masyarakat umum.
3) Pesan politik yaitu kampanye,
propaganda.
4) Media Politik yaitu mimbar, Pers,
Elektrotik dll.
5) Efek yaitu persuasif dan koersif.
Daftar Pustaka
Amri, Sihontang, 2010. Ilmu Sosial Budaya Dasar:
Semarang: Penerbis Universitas Semarang
Littlejohn, Stephen. 2009. Teori Komunikasi. Jakarta :
Salemba Humanika
Puji Winarso, Heru. 2005. Sosiologi Komunikasi Massa.
Jakarta : Pestasi Pustaka
Effendy, Onong Uchjana, 2007, Ilmu Komunikasi Teori dan
Praktek, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Franz, Josef Eliers, 1995, Berkomunikasi Antara Budaya,
Nusa Indah, Flores-NTT
Keesing, Roger M., 1981, Antropologi Budaya Suatu
Perspektif Kontemporer, Jakarta: Erlangga
Mulyana, Deddy & Rakhmat, J., 1993, Komunikasi Antar
Budaya, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Nurudin, 2004, Sistem Komunikasi Indonesia, Rajawali
Pers, Jakarta
Alfian, 1994, Komunikasi Politik dan
Sistem Politik Indonesia, Gramedia, Jakarta
Dan Nimmo, 1984, Komunikasi Politik,
Rosdakarya, Bandung
Nurudin , 2004, Sistem Komunikasi
Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta
Littlejohn, 1999, Theories of Human
Communication 6th, Longman